ANALISIS PENGUATAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEBAGAI LEMBAGA PARLEMEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

Fatmawati Fatmawati

Sari


Abstrak
Apa yang dikemukakan Montesquie dan John Locke maka terdapat perbedaan dalam melaksanakan "pemisahan kekuasaan" dalam sebuah negara. Jika teori Montesquie yang dijadikan pedoman, maka kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudisial memiliki kedudukan yang setara, akan tetapi jika teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh John Locke yang digunakan, maka diantara 3 (tiga) kekuasaan, maka kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara (supremasi parlemen). Setelah perubahan UUD 1945, sesuai dengan apa yang disepakati oleh PAH I MPR, maka sistem pemerintahan presidensil
dipertegas dengan mengatur antara lain mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dan pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden dengan alasan pelanggaran hukum. Diantara berbagai hal yang mengalami perubahan adalah mengenai kedudukan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Walaupun kedudukan MPR setelah perubahan UUD 1945 menjadi setara dengan lembaga negara lainnya, akan tetapi dalam hal pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden, MPR tetap sebagai lembaga pemutus apakah Presiden dan Wakil Presiden memenuhi syarat untuk dimakzulkan (souvereignty of parliament).

Kata Kunci


sistem ketatanegaraan, MPR/DPR, UUD 1945

Teks Lengkap:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol41.no4.258

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


##submission.copyrightStatement##

##submission.license.cc.by-sa4.footer##